Cari Artikel

08 September 2010

Membuka Lembar Kenangan (2)

Malam setelah tarawih ku habiskan untuk mendatangi satu persatu setiap ruangan di rumah tua itu, kumasuki kamar tidur-kamar tidur, ada yang rapi tertata namun ada yang nampak kelihatan tidak pernah berpenghuni sehingga berdebu dan berantakan dengan barang-barang yang nampaknya tidak pernah dipakai lagi. Kamarku yang kugunakan dahulu tikarnya berdebu dengan kardus-kardus bekas diatasnya, dan buku serta kertas-kertas berserakan di lantai dan mejanya, di situ tersimpan sejuta kenangan yang mengantarkanku hingga kini. Nampak kamar yang lain lebih rapi karena terkadang masih di gunakan ketika kakak-kakakku menginap disini, berbeda dengan kamarku yang mungkin hanya satu tahun sekali berpenghuni. Lantai-lantai ruangan nampak retak dan sudah tidak rapih lagi, seolah tidak ada yang peduli, atap-atap yang dipenuhi rumah-rumah laba-laba seolah tidak ada yang bisa membersihkannya, menyimpan sejuta kenangan yang kini menyedihkan.

Hampir semua ruangan aku telusuri dengan kedua mataku, setiap barang yang masih ada mencoba membongkar semua ingatanku dimasa itu, goresan di dindingnya masih sama seperti dulu dan begitu kuat menguak semua memori masa kecilku, sungguh indah bercampur sedih sepi.
Malam bertambah larut obrolan kecil kami tentang saudara yang sudah menikah dan beranak, tentang tetangga yang sudah meninggal, tentang bangunan baru disekitar rumah mengantar ke pekatnya malam terakhir di bulan ramadhan tahun ini. Satu persatu maninggalkanku hingga ku masih sendiri asik di temani komputer bututku. Sebelas malam sudah lewat menjadi semakin sepi, adik dan bapakku sudah tertidur terlebih dahulu, hanya ibu yang masih terlihat sibuk keluar masuk kamar depan dan aku masih asik di ruang tamu masih di temani komputer bututku.
Nak sudah malam, ibu mengingakan, sebentar buk, sedikit lagi, selalu begitu dari dahulu jawabku bila larut malam aku belum juga beristirahat. Malam semakin larut begitu aku masih asik dan nyamuk-nyamuk masih setia menggangguku dengan suara dan gigitannya, lewat tengah malam aku mulai tersadar pukul berapa dan aku belum tidur. Segera ku rapikan komputerku, aku cari obat nyamuk bakar di lemari dan kunyalakan. Kemudian aku masuk kamar dan ah... rupanya ibu telah lebih dulu membakarkan obat nyamuk itu hingga sudah ada di dalam kamar, begitu perhatiannya beliau masih sampai saat ini. Kamar yang tadi berantakan kini berubah rapi dan aku tinggal menggunakannya, begitu besar perhatian beliau membuatku malu dan makin merasa bersalah.
Sejuta kenangan di rumah tua ini begitu kuat, hingga membawaku ke dalam alam mimpi beberapa tahun silam, rumah tua dan isinya ini adalah satu pelajaran berharga dan takdir yang hanya Alloh yang tahu tujuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Jejak Disini

Google Search Cari Info